Gunungsitoli, Nias - Aset-aset Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nias yang diserahkan ke pemerintah daerah setempat dan lembaga-lembaga terkait terdokumentasi dengan baik dalam buku. Langkah itu bisa menjadi contoh pemerintah daerah di mana pun untuk mendokumentasikan aset mereka.
”Pembuatan buku ini kami anggap penting agar masyarakat mendapat informasi yang cukup mengenai kegiatan rekonstruksi di Nias. Ini merupakan langkah pengembangan transparansi dan pertanggungjawaban publik,” kata Kepala Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Perwakilan Nias William P Sabandar, Jumat (11/7).
Poin-poin dalam laporan aset cukup sederhana, seperti lokasi, nomor kontrak, tanggal, nilai aset, kontraktor, berikut foto bangunan. Sebagai contoh, pembangunan puskesmas pembantu Idano Ndrawa Tefao di Kecamatan Lahewa. Pembangunan dilakukan pada 4 Agustus 2006 itu senilai Rp 238,083 juta dengan kontraktor CV Sudirman dengan nomor kontrak M-292/BRR.462247/VIII/2008.
Atau pembangunan empat unit tipe 70 rumah dinas Pengadilan Negeri Gunungsitoli di Gunungsitoli dilakukan pada tahun anggaran 2006.
Nilai aset empat rumah dinas itu Rp 755 juta yang dikerjakan oleh kontraktor UD Duta Angkasa dengan kontrak nomor 93/BRR/XII/2005 pada 11 November 2005. Meski demikian, ada beberapa keterangan aset yang menggunakan jumlah satu paket, tetapi dalam paket tidak dirinci apa isi paket itu.
Penyerahan aset sendiri sudah dilakukan tiga kali, yakni tahap pertama sebanyak Rp 35,4 miliar, tahap kedua Rp 416 miliar, dan tahap ketiga Rp 500,3 miliar. Rekonstruksi dan rehabilitasi di Nias dibantu 25 negara dan 80 organisasi baik regional, nasional, maupun internasional. Sebanyak 17 lembaga dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut bergabung di dalamnya.
William mengatakan, sejauh ini sudah selesai 15.000 rumah dari 22.000 rumah yang akan dibangun. Sebanyak 5.000 rumah yang belum selesai masuk dalam kategori Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Kecamatan direncanakan selesai 2009. ”Sudah tak ada lagi warga yang tinggal ditenda. Kalau ada, itu harus diteliti dengan saksama,” katanya.
BRR akan meninggalkan Nias pada 16 April 2009. Namun, kantor BRR di Gunungsitoli baru akan tutup pada 31 Desember 2009.
Menurut William, untuk merekonstruksi Nias dibutuhkan dana Rp 8 triliun. Namun, dana yang dialokasikan untuk Nias sebanyak Rp 6 triliun.
”Masih banyak yang belum tertangani di Nias,” kata William. Hal yang belum tertangani di antaranya masalah air bersih, jalan lingkar Pulau Nias, dan jalan- jalan di pedesaan.
Angka Rp 6 triliun tersebut terdiri atas Rp 2,7 triliun untuk pembangunan aset publik dan Rp 3,3 triliun untuk aset sosial. Sebanyak 70 persen aset sosial digunakan untuk mendirikan rumah.
Selain rekonstruksi, Multi Donor Fund juga menyatakan membantu Rp 180 miliar untuk pembangunan ekonomi Nias. Dana akan dikelola pemerintah pusat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pembangunan ekonomi di Nias dibagi dalam lima kluster, yakni kluster Nias Utara, Nias Timur, Nias Barat, Nias Selatan, dan Kepulauan Batu.
Meski masih diterpa isu korupsi, William menyatakan, BRR Nias melakukan kegiatan setransparan mungkin. ”Kami tidak main-main jika ada staf yang terbukti menyeleweng. Tidak ada orang dalam BRR yang akan mendukung atau menutupi,” ujarnya.
Selepas berakhirnya masa tugas BRR, pemerintah akan membuat sekretariat bersama. Sejumlah lembaga mengkhawatirkan berakhirnya masa tugas BRR akan menyulitkan urusan administrasi lembaga, misalnya dalam pengurusan pengurusan izin tinggal staf asing mereka di Indonesia.
Dalam sebuah diskusi dengan warga Nias awal tahun lalu, pengamat sosial, George Adijondro, mengkhawatirkan terjadinya stagnasi ekonomi di Nias pascakeluarnya BRR dari pulau tersebut.
Hal tersebut terjadi karena pekerjaan-pekerjaan besar tak banyak lagi dilakukan di Pulau itu. Dalam minggu ini, sejumlah menteri dijadwalkan berkunjung ke Nias untuk menengok pembangunan di sana. (WSI)
Sumber: cetak.kompas.com (14 Juli 2008)
No comments:
Post a Comment